Sunday, May 26, 2013

Cheater

Wisnu

Jadi laki-laki itu harus tegas. Berkali-berkali ibu selalu mengatakan itu kepada saya. Nggak boleh plin-plan. Iya ya iya, enggak ya enggak. Jangan di tengah-tengah.
Umur saya sudah 29 tahun, jadi saya sudah mengerti benar definisi dari kalimat itu. Dan betapa dalamnya makna yang ada dari kalimat sesingkat itu. Pun ibu saya memang cerdas sekali, kalimat yang kata ibu harus menjadi pedoman saya selama hidup itu memang tokcer membuat hidup saya menjadi lebih mulus. Baik pendidikan, karir, percintaan.
Eitss…. Tunggu sebentar. Percintaan?
Percintaan saya tidak mulus-mulus amat.
Iya sih, saya memang tengah menjalin asmara dengan Nadia, fashion designer, cantik, menarik, dengan senyum lesung pipitnya yang mampu menarik hati semua pria yang ada di dunia ini dan idealismenya untuk membuat baju-baju yang chic dan tetap seksi tanpa perlu menunjukkan bagian tubuh.
Hubungan kita sudah berjalan kira-kira dua tahun.
I’m about to purpose her, dan rencana saya untuk survey pesta pernikahan dengan nekat sendirian datang ke pesta pernikahan—biasanya kemana-mana saya selalu mengajak Nadia, tapi berhubung saya sedang survey acara pesta pernikahan makanya kali itu saya sendirian—tiba-tiba membuat semuanya malah jadi kacau balau.
Menurut saya sih pestanya terlalu meriah, jadi saya mencoret model pernikahan seperti itu dari daftar saya dan memilih untuk keluar sejenak dan merokok.
Dan kamu harus tahu, keputusan untuk keluar sejenak dan merokok itu merupakan keputusan yang paling saya sesali sampai saat ini.
Karena entah bagaimana Tuhan merencanakannya, semesta menakdirkan saya untuk bertemu dengan Dwina.
Perempuan yang wajahnya sampai saat ini tidak pernah bisa lepas dari kepala saya.
Dammit.
Wajah cewek itu nggak pernah bisa lepas dari kepala saya. Jadi kamu tahu, ketika akhirnya saya memutuskan untuk bertemu dengannya lagi, saya berdoa kepada Tuhan, berdoa dengan sungguh-sungguh, semoga semua ini cuma gara-gara rasa penasaran keparat. Dan semoga saya ilfil karena dia ternyata punya bulu ketek nggak dicukur, atau gigi berjigong, atau bahwa ternyata dia adalah wanita lacur yang kerjanya cuma ngabisin duit orang tua.
Tapi enggak, doa saya enggak dikabulkan Tuhan. Justru sebaliknya, gigi Dwina malah menghasilkan senyum manis yang unforgettable, atau fakta bahwa dia gadis biasa yang super menyenangkan.
Tidak seperti Nadia, Dwina is so usual. Dia seperti gadis kantoran kebanyakan yang suka mengomel tentang bosnya, dan obsesinya untuk menjadi kurus tapi nggak pernah bisa mengurangi nafsu makannya.
Saat-saat dimana saya merasa harus melamar Nadia malah berbalik menjadi saat-saat dimana saya mulai meragukan cinta saya kepada Nadia.
Ini akan mudah ketika saya masih berumur 20 tahun, tapi, heey, saya sudah 29 tahun. Mau gimana juga saya nggak bisa seenak jidat memutuskan.
For God’s sake. Nadia adalah gadis tanpa cela idaman setiap laki-laki. Saya enggak punya alasan untuk enggak mencintainya.
Tapi, Dwina… Dwina juga nggak pernah bisa lepas dari kepala saya!
Saya sangat takut menghubungi Dwina lagi. Saya takut perasaan saya malah semakin menjadi dan saya semakin kebingungan, padahal, seperti kata Ibu, jadi laki-laki itu harus tegas.
3 hari, saya ketakutan dengan perasaan saya.
3 hari, saya lewati tanpa menghubungi Dwina, maupun Nadia.
Ponsel saya berkedip. Nadia.

From: Nadia
Subject: Hon, sibuk banget ya 3 hari ini? I miss you :(

Saya menjambak rambut saya sendiri.
I miss you too… Dwina.
NAH TUH KAN??? Bahkan dalam hati saja saya bilang saya kangen Dwina.
Saya selingkuh ya? Kalian jangan ngeliatin saya kayak gitu dong! Nggak tahu apa saya lagi ketakutan gini!

***

Nadia

Living with Wisnu will be awesome, we're gonna buy a little house, having two kids, boy and girl, and we're gonna spend our time playing with them both.
That's heaven.
Setidaknya hal itulah yang awalnya saya pikirkan. Sederhana, indah, menakjubkan. Namun, siapa sangka akhirnya ternyata saya berakhir menyedihkan di kamar hotel ini sendirian?

Wisnu Calling.....
Reject.
Wisnu Calling....
Reject.
You received 1 new message.

From: Wisnu
Hon, kamu dimana? Jangan bikin aku khawatir gini, kabarin dong hon...
Deleting message.

From: Wisnu
NADIA, BALES SMS AKU!!

Saya mematikan ponsel, segera, dan memutuskan untuk tidur, dengan mata yang sembab dan sudah pegal gara-gara kebanyakan menangis. Memeluk guling dengan hati teriris.
Hal terakhir yang saya inginkan adalah memimpikan Wisnu malam ini, iya, Wisnu, the guy (I thought) will be the center of my life. The only guy I want to be with at the rest of my life.
Please, biarkan saya tidur nyenyak malam ini, jangan datang ke mimpi saya. Please.

Wisnu

From: Dwina
Subject: Just asking, free for tonight? Me want Coto Makassar! :)

Jantung saya serasa mau keluar dari dada. Setelah seminggu perempuan yang bikin saya mabuk kepayang ini nggak terdengar kabarnya, tiba-tiba ia muncul, dan guess what? Coto Makassar? Kemana kata-kata basa basi nan basi semacam ‘apa kabar?’ ‘lagi ngapain?’
Coto Makassar. How it can be real? Karena Coto Makassar adalah makanan favorit saya. Semua warung Coto Makassar di kota ini sudah pernah saya jabanin, dan saya sampai menciptakan rating ala saya sendiri untuk Coto Makassar.
Nadia sedang duduk di depan saya. Cantik, anggun, dan berkharisma seperti biasanya sambil tangannya sibuk mengusap kertas sketch dengan pensil. Saya nggak pernah begitu paham apa yang sedang ia kerjakan, setahu saya, ada tulisan Night Gown disana. Eh… itu artinya gaun malam kan? Entahlah, di kepala saya sih semua baju wanita itu sama saja. Yang bisa membedakan ya cuma mereka sedang pakai baju atau tidak, hehe.
Been busy for a week, for her next runway, Nadia masih menyempatkan untuk bertemu dengan saya. Kalau tidak atas inisiatif Nadia, mungkin kami berdua adalah terrible couple, sibuk dengan kesibukan masing-masing, bekerja sampai rambut rontok, dengan alasan ini-kan-buat-masa-depan dan malah lupa dengan esensi relationship yang sesungguhnya. Mendalami perasaan satu sama lain.
Tapi yang saya tahu, Nadia memang ada di depan saya. Tapi tidak dengan pikirannya. Menghilang entah kemana. Tenggelam dengan dunianya sendiri: desain, pagelaran, butik, dan lain sebagainya.
What are we supposed to do, when something you called ‘quality time’ has no longer quality?

To: Dwina
Subject: Aku tahu satu warung Coto Makassar terenak. It’s like heaven in your mouth. Aku jemput habis maghrib?

From: Dwina
Subject: Can’t wait :))

Saya menatap Nadia yang berada di depan saya sambil menyeruput jus lemon. “Hon, aku nanti malem mau pergi makan Coto sama temen aku, cewek. Is it okay kan?”
Nadia membalas tatapan saya dengan senyum lesung pipitnya yang khas. “Kenapa enggak? Sejak kapan aku melarang-larang kamu?”
Saya pernah membaca artikel tentang batasan selingkuh yang berbeda antara wanita dan pria di sebuah majalah wanita milik teman kantor saya. Waktu itu saya ngetawain habis-habisan artikel itu dan teman saya langsung ngomel betapa pria itu nggak sensitif banget perkara beginian.
Intinya, kalau melihat kriteria dari majalah itu, maka menurut pria, apa yang saya lakukan ini tidak termasuk kategori selingkuh. Saya tidak menggoda dia, saya tidak melakukan hal-hal menjurus, saya bahkan meminta izin pada pacar saya sebelumnya.
Sayangnya, si penulis artikel mungkin tidak tahu bahwa ada faktor ‘kedalaman-perasaan’ dalam artikelnya. Yang berarti walaupun kamu nggak ngapa-ngapain-pun kalo kamu punya perasaan yang dalam kepada orang lain, maka kamu harus mengakui bahwa kamu berselingkuh.
Dan dengan sepenuh hati, I have to admit that I do cheating just right now.
Yes, I’m a jerk. A dammit cheater guy.

To be continued..

No comments:

Post a Comment